Kyai ini Pemilik Pondok di Sarang Perbatasan Tuban


Berita Tuban - Pondoknya berada di perbatasan Jatim dengan Jateng. Letaknya di kawasan pantai utara (Pantura) Jateng paling timur. Namanya Pondok Al Anwar yang berada di Kecamatan Sarang, wilayah perbatasan Kabupaten Rembang (Jateng) dengan Tuban (Jatim). 

Di kawasan inilah justru ada tokoh yang sangat dihormati elite dan warga Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sang tokoh itu, KH Maimun Zubair. Pria kelahiran 28 Oktober 1928 ini, akrab dipanggil Mbah Mun. Mbah Mun wajahnya sejuk, tutur katanya lembut, dan peringai politiknya santun serta terukur. 

Dia kiai berpaham Nadhlatul Ulama (NU) yang istiqomah berjuang bersama PPP: Parpol yang didirikan sejumlah kiai NU, Parmusi (Muslimin Indonesia), Perti, dan PSII pada awal 1970-an setelah rezim Orba Soeharto 'memaksa' parpol bernafas Islam berfusi. Sikap dan perilaku istiqomah Kiai Maimun bersama PPP tak lekang perkembangan era politik. Di era Orba Soeharto sampai era reformasi sekarang, Kiai Maimun tetap berlindung di bawah lindungan Ka'bah. 

Ketika banyak kiai dan elite NU keluar gerbong PPP setelah muktamar NU di Situbondo tahun 1984, di mana NU mengambil keputusan kembali ke khittah 1926 dan menjaga jarak politik yang sama dengan ketiga parpol yang ada: PPP, Golkar, dan PDI, Kiai Maimun tetap kukuh dengan pandangannya: PPP merupakan wadah politik yang cocok dan sejalan dengan jiwa ke-NU-an dan menjadi rumah besar umat Islam. 

Kiai Maimun, sejauh pengetahuan penulis, tak pernah pindah ke parpol lain, kendati hanya sebentar. Hiruk-pikuk politik di era transisi politik tak membuatnya silau dengan lahirnya parpol baru. Ketika banyak kiai dan elite NU berbondong-bondong ke PKB setelah reformasi 1998, Kiai Maimun tetap bersama PPP. 

Pun demikian, saat terjadi pembelahan di PKB pasca muktamar Semarang 2005, Kiai Maimun tak tergiur mengikuti jejak kiai NU lainnya yang mendeklarasikan Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) di Pondok Langitan Widang, Tuban. 

Kiai Maimun tetap istiqomah di PPP. Dengan sikap politiknya itu, banyak politikus PPP sangat menghormatinya, baik politikus lama maupun baru. Kiai Maimun tetap menjadi pribadi yang santun, rendah hati, sederhana, dan sifatnya yang merakyat. Dia tak banyak mengeluarkan komentar. Terlebih komentar politik, kalau komentar itu dipandang tak ada signifikansinya dan tak penting. 

Kiai Maimun menjadi sosok kiai-politikus PPP yang matang. Kiai Maimun menjadi sumber referensi dan sumber legitimasi bagi elite PPP. Tak ada vested interest-nya di ranah politik praktis. Politik dipandang medan perjuangan untuk memberikan kemanfaatan kepada umat.

Pondok Al Anwar Sarang yang dipimpinnya tak juga gemerlap ketika PPP mulai masuk dan mengendalikan struktur kekuasaan. Ingat! pernah ada ketua umum DPP PPP, Hamzah Haz, yang berhasil menjadi wapres di era Presiden Megawati Soekarnoputri (2001-2004). Hamzah Haz merupakan salah satu 'santri politik' Kiai Maimun. Kiai Maimun tetap bertempat tinggal di Sarang, Rembang dan 'menjauh' dari Istana Wapres yang berada di Jakarta. 

Kiai Maimun gambaran sempurna dari pribadi yang santun dan matang. Keluasan ilmunya, khususnya ilmu agama, tak dibantah kiai NU maupun non-NU di mana pun. Sejak dini Kiai Maimun hidup dalam tradisi pesantren yang ketat dan diasuh langsung ayah serta kakeknya. Pada usia muda, Kiai Maimun hafal di luar kepala kiab-kitab nadzam, di antaranya Al-Jurumiyyah, Imrithi, Alfiyyah Ibnu Malik, Matan Jauharotut Tauhid, Sullamul Munauroq dan Rohabiyyah fil Faroidl. Seiring pula dengan kepiawaiannya melahap kitab-kitab fiqh madzhab Asy-Syafi’i, semisal Fathul Qorib, Fathul Mu’in, Fathul Wahhab, dan lainnya. 

Sebagai anak kiai, Kiai Maimun diharuskan mengembara untuk mencari ilmu ke banyak kiai besar pimpinan pondok di Tanah Jawa. Kiai Maimun pernah nyantri di Pondok Lirboyo Kediri di bawah bimbingan KH Abdul Karim. Selain meguru kepada Kiai Abdul Karim, Kiai Maimun juga menimba ilmu agama dari KH Mahrus Ali dan KH Marzuqi. 

Tak tanggung-tanggung, Kiai Maimun mesti nyantri selama 5 tahun di Pondok Lirboyo. Kematangan ilmu agamanya makin sempurna saat Kiai Maimun sempat menetap selama 2 tahun di Makkah Al- Mukarromah dan belajar kepada banyak guru agama Islam di sana. 

Dalam menjalankan peran politiknya, Kiai Maimun tentu dipengaruhi dasar pemikiran politik NU yang lekat dengan paham keagamaan yang dianutnya: Ahlussunnah Wal Jamaah. 

Di mana, teori politik kaum Sunni itu setidaknya didasarkan pada beberapa prinsip, antara lain: Ketuhanan, di mana negara bagi NU tidak harus berupa kerajaan Islam, atau lainnya. Yang penting adalah perjalanan negara haruslah mencerminkan substansi ajaran Islam, seperti keadilan, kemakmuran, kejujujran, maupun kebebasan dalam menjalankan ibadah dan ritual keagamaan. 

Prinsip lain adalah musyawarah. Di mana mekanisme pemerintahan sangat mengedepankan prinsip al-syura. Misalnya, ketika berbicara mengenai pergantian kepemimpinan, yang menjadi dasar adalah peran rakyat atau ahl syura. Selanjutnya, prinsip keadilan. Rais Am PBNU KH MA Sahal Mahfudh (almarhum) mendefinisikan keadilan berarti menegakkan kebenaran dan kejujuran, serta belas kasih dan solidaritas. 

Keluasan ilmu, kematangan mental, dan kenyangnya pengalaman di lapangan politik dan sosial menjadikan Kiai Maimun pribadi yang sejuk dan memiliki tata krama tinggi dalam berpolitik. Kiai Maimun seperti menjadi tempat berteduh bagi semua kelompok yang ada di PPP. Kiai Maimun layak dijadikan sumber referensi dan sumber legitimasi politik bagi faksi-faksi yang ada di PPP.

Pembelahan politik yang terjadi di PPP sekarang menjadi batu ujian bagi Kiai Maimun dan elite PPP lainnya untuk menuntaskan dengan cara-cara Islami. Insya Allah, bakal ada jalan tengah yang ditawarkan Kiai Maimun untuk membuka kebuntuan komunikasi dalam penyelesaian konflik internal di PPP sekarang. 

Yang berkonflik di PPP sekarang, antara kubu Suryadharma Ali (SDA) versus kubu Romahurmuzy hakikatnya berangkat dari latar sosial keagamaan yang sama. SDA dan Romi sama-sama dikenal sebagai elite PPP yang berlatar NU. Kiai Maimun sebagai Ketua Majelis Syariah DPP PPP juga dikenal sebagai kiai dan tokoh NU yang sangat dihormati, baik dari kalangan PPP maupun non-PPP. Jangan-jangan gegeran di PPP ini nantinya berakhir dengan ger-geran (tersenyum keras) antarelite yang terlibat di dalamnya. Siapa yang tahu? [air]

0 komentar:

Posting Komentar